Berbicara soal kematian, seperti
berbicara tentang kapan dan bagaimana kita berbicara dengan Tuhan. Tidak ada
yang tahu, meskipun itu pasti. Kadang kematian itu begitu membuat heran, karena
dengan alasan alasan yang kurang logis, beberapa bisa selamat dari kematian,
namun beberapa dengan mudahnya menjemput maut. Pun begitu, misteri tentang mati
yang mendadak, bagi orang Jawa hanya bisa dihitung setelah si empunya
meninggal. Hitung hitungan hari lahir dari weton dan sebangsanya berujung pada
tanggal si mati. Wallahualam bissawab. . . .
Beberapa dari orang baik ini, sudah
mendahului saya menghadapnya, beberapa pula masih berusia muda, beberapa telah
lanjut memaknai kehidupan.
Mbah Atmo, sosok yang ingat wajahnyapun
saya tak mampu. Yang saya tahu ketika masih kecil, beliau lah yang sering
menggendong dan ngemong saya. Maklum, beliau adalah pemilik rumah dimana ayah
dan ibu saya mengontrak dulu. Mbah Atmo membuka warung kopi dan itu bisa terlihat
dari desain rumah dengan dua pintu dan papan yang bisa dibuka macam warung. Itu
saja yang saya ingat, dan satu lagi, saat beliau meninggal, usia saya baru 3
atau 4 tahun…..
Mbah Abu Darin , beliau adalah tetangga
belakang rumah yang sering datang dan mengobrol disebelah rumah itu. Usianya
sudah sangat sepuh, waktu itu saya masih SD. Saya ingat ketika beliau bercerita
ketika zaman Belanda dan Jepang. Pengalaman beliau rupanya begitu luas. Saya
terkagum kagum dengan ceritanya. Yang saya ingat, selalu saja saya diberi
permen DAVOS oleh beliau. Itu lho,permen yang gedenya seperti uang logam, warna
putih dan rasanya mint sekali. . . Mbah
Abu meninggal ketika saya masih SD, meninggalkan istri beliau, mbah putri yang
sudah lama sakit. Siapa yang tahu mbah Abu yang selalu terlihat sehat itu malah
pergi lebih dahulu meninggalkan sang istri yang lama sakit. . .
Suharyono, adalah kawan saya SMP sejak
kelas satu sampai kelas tiga. Meskipun kami sekelas, jarang rasanya saya
mengobrol akrab dengan dia. Mungkin karena dia orangnya pendiam dan terlalu
nerimo. Orangnya sederhana dan tidak neko neko, termasuk cukup pintar juga
dikelas. Suharyono meninggal ketika kelas 2 SMA, meninggal karena tenggelam.
Sungguh mulia, almarhum meninggal di hari jumat, ketika akan mandi di sungai
untuk jumatan. Waktu itu almarhum sedang kemah, dan bermaksud untuk mencari
tempat mandi agar bisa segera jumatan. Subhanallah. Sayangnya baru seminggu
setelahnya, saya bersama teman SMP bisa ke rumah almarhum dan pergi ke makamnya…
Sementara, Esa adalah adik kelas saya
ketika SMA. Saya mengenalnya ketika dia menjadi junior saya di ekstra pramuka.
Esa orangnya cantik dan ceplas ceplos. Pembawaannya ceria dan mudah bergaul.
Ternyata ketika kuliah, dia juga menjadi adik angkatan, satu fakultas, beda
jurusan tapi masih satu prodi. Esa meninggal karena kecelakaan ketika selesai
KKN PPL. Waktu itu banyak anak kampus dan teman teman SMA yang dating melayat,
termasuk guru dan dosen kami. Tak menyangka saja, maut begitu cepat datang,
membawa orang orang baik macam Esa.
Almarhum dan Almarhumah bukan saudara
saya. Mereka adalah orang orang baik, yang terlalu baik malah, sampai Tuhan
terlalu sayang mereka dan cepat meminta mereka ke sisiNya. Bahkan menurut saya,
beberapa dari mereka memenuhi criteria bahagia menurut idola saya, Soe Hok Gie “……….bahagialah
mereka yang mati muda”. Meskipun begitu,
mereka semua, adalah orang baik, orang yang tidak bisa segera dilupakan oleh mereka
yang ditinggalkan. Mereka adalah manusia pilihan, yang hidup untuk untuk memberi
banyak pengalaman dan kenangan , bagi kami yang masih mengarungi kerasnya
kehidupan. . . .
font nya diganti dong ms cina,saya susah bacanya,hahhaha
BalasHapushahaha siapa ini,,,cuma satu orang yang manggil saya seperti itu,..
BalasHapus