Sabtu, 02 Maret 2013

Wisma, wanita, turangga, kukila dan curiga Pramoedya Ananta Toer : Konsep Ksatria Jawa dalam Bumi Manusia


Menjadi manusia biasa di masa yang tidak biasa adalah sebuah kerugian. Apalagi sekarang, saat semua yang tidak biasa mendapat tempat spesial, meskipun itu negatif. Pramoedya Ananta Toer, atau Pram, penulis Roman Tetralogi Buru, membuktikannya. Pram dipenjara 18 tahun lamanya, 3 tahun dalam penjara kolonial, 1 tahun pada masa Orde Lama, dan 14 tahun lamanya dibawah penguasa Orde Baru.  Penjara memang menahan fisik manusia untuk bergerak bebas, tetapi bukan pikirannya. Dalam tempat kumuh yang disebut penjara di ujung Indonesia, di Pulau Buru jauh disana, Pram menelurkan tetralogi Roman yang mengharu biru, Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca

Bumi Manusia, roman awal kemunduran Hindia Belanda di abad 20, membawa banyak kegelisahan bagi Minke, si tokoh utama. Pergeseran masyarakat pribumi dan Belanda menjadi sebuah tulisan yang menarik. Minke, Priyayi Jawa yang berpendidikan Eropa dipaksa mengalami sebuah proses pendewasan yang rumit, yang memaksanya berada dalam hubungan kemasyarakatan yang saling silang, Nyai, Indo, pribumi dan Belanda totok. Pergumulan itu menimbulkan sebuah pendapat baru yang nantinya bisa menjadi solusi cerdas dalam kemajuan. Yang bisa memajukan Indonesia adalah orang Indonesia sendiri, bukan Belanda totok atau bangsa asing. Orang Indonesia adalah orang yang berkeinginan untuk memajukan tanah Indonesia, terlepas dia pribumi, Indo bahkan Belanda totok sekalipun.

Kiranya sikap ksatria ini tercermin dari wejangan Bunda, ibu dari Minke tentang sikap ksatria yang harus dimiliki Minke. Wisma, wanita, turangga, kukila dan curiga. Rumah, wanita, kuda, burung dan keris.

Wisma atau rumah, sebagai perlambang tempat ksatria bertolak dan tempat dia kembali. Home is where your history begins, rumah adalah tempat sejarah dimulai. 

Wanita adalah lambang kehidupan dan penghidupan, kesuburan, kemakmuran dan kesejahteraan. Ksatria tanpa wanita adalah menyalahi kodratnya sebagai pria. Dia bukan sekedar istri untuk suami,tetapi juga penghidupan, kehidupan berputar dan berasal. 

Turangga bermakna kuda, sebuah alat yang bisa membawa kita pergi mencari segalanya : ilmu, pengetahuan, kemampuan , ketrampilan  kebisaan, keahlian dan kemajuan. Tanpa turangga atau alat, kehidupanmu hanya berputar disekeliling, tanpa kemajuan.

Kukila adalah burung, bermakna keindahan, semua yang tak berhubungan dengan penghidupan, tetapi dengan kepuasan batin pribadi. Tanpa keindahan, orang hanya sebongkah batu tanpa semangat.

Curiga atau keris, sebagai tanda kewaspadaan, kesiagaan, keperwiraan, alat untuk memepertahankan empat yang sebelumnya. Tanpa kesiagaan dan kewaspadaan, wisma, wanita, turangga dan kukila akan binasa bila mendapat gangguan.

“ Seorang terpelajar harus juga berlaku adil
sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan “
Pramoedya Ananta Toer