Kota Bajawa
sebagai kota kabupaten Ngada, tentu saja sebagai pusat ekonomi juga. Maka
kepergian kesana adalah sebuah perjalanan yang sangat melelahkan sekaligus
menjemukan. Perjalanan ke sana, seperti setiap hari jumat, kebetulan hari jumat
saya diberi wewenang tidak mengajar untuk sholat jumat, adalah perjalanan 2 jam
naik oto, semacam kopada jalur A, di jam
6 pagi. – oto adalah sebutan untuk
kendaraan motor beroda empat, ada oto bemo, mobil kecil macam angkot atau
kopada, oto kayu, truk bak yang diberi tempat duduk di belakang -. Utaseko ke
Mataloko, sebagai pusat kecamatan, memakan waktu satu jam naik oto, dan
biasanya molor karena oto tidak bisa cepat dan sarat barang bawaan penumpang.
Mataloko ke Bajawa bisa memakan waktu 30 atau 45 menit, maka bisa dipastikan 2
jam akan jadi waktu yang harus dihabiskan dengan duduk di oto.
Oto dari Utaseko
ke Bajawa ada beberapa. Guahirah, yang jadi langganan saya tiap hari Jumat,
diawaki om Elu dan Nose, dahulu sebelum ada oto Lawata, Personil Guahirah
bergantian, sopir antara om Elu dan om Revan, dan kernet antara Yeris dan Nose.
Sekarang dengan adanya Lawata, karena Guahirah dan Lawata satu manajemen
istilahnya, maka Yeris jadi sopir di Lawata bergantian dengan om Rivan. Masih
ada juga Bavansa dan oto kayu dari Boba, Ngedusuba macam Sehati dan AC Milan.
Kebanyakan oto punya jadwal yang sangat pasti. Senin sampai jumat, oto naik ke
Bajawa sekitar jam 6 pagi, dan pulang jam 12 atau jam 1 paling lambat, jadi
Cuma satu kali rit. Sedang hari Sabtu, di Mataloko ada pasar, jadi oto naik jam
6, jam 9 jam 11, dan turun juga jam 8,
jam 10 dan jam 12. Bisanya hari sabtu oto tidak naik sampai Bajawa. Hari
minggu, pengaruh ada misa, oto jarang naik, kalaupun naik bisanya jam 11 dan
baru turun jam 3 sore. Ongkos oto, seperti kebanyakan, adalah 40 k untuk pulang
pergi ke Bajawa, jika tambah dengan barang bawaan, tambah 5k dan menyesuaikan
dengan barang bawaan. Barang bawaan disini bervariasi, mulai dari pisang,
kelapa, mangga, batang pisang, batang talas, kayu, babi, kambing ayam, beras
semen bahkan besi dan papan tripleks, semua diangkut. Pernah pula saya melihat
motor yang dinaikkan ke oto.
Sebagai
pelanggan yang baik, setiap hari Jumat, tanpa putus, saya ikut Guahirah naik ke
Bajawa, dan biasanya, pulangnya saya selalu jadi penumpang terakhir yang
ditunggu tunggu. Pengaruh masjid hanya ada di Bajawa. Sebenarnya di Maumbawa
ada, sekitar 30 menit naik sepeda motor, karena tidak ada oto kesana. Maumbawa
sebagai daerah pesisir selatan satu satunya yang banyak penduduk muslim, kurang
lebih ada satu kampung penduduk asli yang menganut agama islam. Itupun tidak
sengaja saya menemukan masjidnya, ketika sedang tugas belanja cari ikan untuk
MGMP. Waktu itu tanpa sadar saya melajukan
motor melewati batas kabupaten sampai Nagekeo, karena ketidak tahuan saya,
beruntung, jadi menemukan masjid yang lebih dekat dengan tempat tinggal, untuk
berjaga jaga jika malas ke kota.
Utaseko adalah
daerah pesisir yang panas di selatan pulau Flores. Wilayahnya mirip sekali
dengan pantai di Gunungkidul dengan keadaan bergunung gunung dan kering.
Sementara Mataloko sebagai kota kecamatan dan Bajawa sebagai kota kabupaten,
terletak di dataran tinggi, macam Wonosobo. Jadi kabut seringkali turun
diperjalanan ketika hari sedikit sore atau gerimis. Dan begitu lah, rasanya
perjalanan ke kota Bajawa diceritakan. Dan mengenai cerita selanjutnya di
koloni musafir, akan berkisar pada Bajawa dan orang baik yang ada di sana.