Kamis, 17 Oktober 2013

Catatan SM3T : Mari Siangkan Malam dan Malamkan Siang !!


Sekolah yang saya dan Ponti tempati selama satu tahun ke depan baru diresmikan hari kedua kami berada di Utaseko, yaitu tanggal 19 September 2013 oleh bapak Bupati Marianus Sae. Rombongan belajar yang ada baru 5 rombel, dengan 3 rombel kelas VII dan 2 rombel kelas VIII dengan jumlah siswa sekitar 120 an. Guru disekolah kami berjumlah 12 orang termasuk saya dan Ponti. Maka dengan sangat terheran heran, hari pertama kami disibukkan dengan persiapan peresmian gedung sekolah, bukannya perkenalan dan acara basa basi seperti biasa. Jadilah kami dari pagi berpeluh peluh, memasang papan visi dan misi di ruang tata usaha serta memasang tirai untuk menutupi papan nama sekolah yang akan diresmikan bapak Bupati.

Singkatnya setelah berjam jam menunggu, dan ditugaskan kami berdua di pos masing masing (posisi kami disini jelas, sebagai operator alat elektronik merangkap tukang foto keliling), acara berjalan lancar. Saya yang menggantikan Ponti untuk pegang kamera harus mengabadikan momen momen tanpa terlewat satu pun, termasuk ketika acara ramah tamah dengan bapak bupati. Ada satu momen disini yang tidak mungkin bisa terjadi di tanah Jawa, adalah ketika saya, tanpa banyak basa basi didekati bapak bupati dan ditanya oleh beliau disela tugas saya sebagai fotografer dadakan. Sungguh ramah beliau ini, tak segan untuk menyapa terlebih dahulu dan memberikan kami semangat untuk satu tahun ke depan.


Acara selanjutnya adalah pelantikan kepala desa Were III yang baru, kebetulan dua acara ini sekaligus dihadiri oleh bapak Bupati. Di balai desa, malam sebelumnya saya dan Ponti sudah melihat adat istiadat masyarakat disini. Dan sekarang di siang harinya, upacara adata dimulai. Diawali dengan ritual penyembelihan babi, pesta pun dimulai. Makan besar seluruh desa datang. Bagi kami yang muslim, karena memang baru awal belum disediakan makanan khusus buat kami. Tak apalah kami masih bisa makan biarpun dengan lauk ikan (catatan : bagi kami yang muslim, biasanya ketika pesta adat kami diberi ayam sendiri untuk dipotong sendiri agar bisa memastikan kehalalannya, jadi biarpun kami sendiri atau berdua, satu ekor ayam itu mutlak jatah kami).  Dan semakin sore suara masih tak juga berhenti, semboyan pesta orang Flores : Mari Malamkan Siang dan Siangkan Malam.

Malamnya kami diajak mama ke rumah bapak Florens, kepala Desa yang baru, ini baru pesta yang sesungguhnya. Pesta disini bisa mulai siang, sampai malam sampai siang lagi, sungguh meriah. Saya hitung ada 12 speaker aktif untuk pengeras suara. Musik asli flores, dangdut house, house music dan music dansa silih berganti diperdengarkan. Kami semua, tua muda tidak boleh malu, harus turun melantai. Ada satu lagi tarian khas disini, namanya Jai, kalau jai ini sudah diperdengarkan, semua orang harus ikut dansa. Gerakannya sederhana, memutari satu tiang ditengah dalam rombongan besar. Gerakan tangan dan kaki diutamakan. Benar saja baru satu dua kali berjai, semua keringat keluar semua. Malam itu kami berdua baru mengerti apa itu pesta yang sesungguhnya. Maka tulisan saya selanjutnya adalah tentang Buku, pesta (dansa, jai ) dan cinta. Tunggulah!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar