Setelah
perjalanan yang cukup melelahkan dari Yogyakarta ke Denpasar dan lanjut ke
Ende, cobaan kami masih belum selesai. Ternyata perjalanan menuju Bajawa yang
merupakan ibukota kabupaten Ngada harus ditempuh dengan minibus kecil melalui
jalan darat yang ampun berkelok keloknya. Sebuah cobaan bagi kami, manusia yang
tak tahan dengan putaran roda diatas aspal selama berjam jam. Dan satu lagi,
jangan pernah mengukur satu tempat ke tempat lain dengan ukuran jarak, ukurlah
dengan lama waktu tempuh karena disini jarak bisa menipu, misal harus melompati
gunung dan sungai. Taruhlah dari Ende ke Bajawa, kita berangkat jam 2 siang dan
setelah berkali kali istirahat, sampailah di dinginnya kota Bajawa pukul 19.30
malam.
Sambutan dari
kakak angkatan II lebih parah lagi, begitu datang sirih pinang menanti.
Langsung kami disuruh menginang macam kebiasaan simbah simbah di jawa. Ampun
rasanya, mata langsung terbuka kembali. Singkatnya setelah acara berempong ria
disertai pembagian tugas, kami beristirahat di Hotel Kambera, sebuah hotel
milik Bapak Haji Rahman, orang Jawa yang bertahun tahun tinggal di Bajawa. Esoknya,
setelah berjuang melawan dingin Bajawa untuk mandi pagi kami diharuskan untuk
mengikuti upacara penerimaan angkatan III SM3T dan pelepasan angkatan II SM3T
di dinas.
Dan akhirnya
setelah gosip dan omongan kesana kemari
akhirnya kami eh saya berdua dengan si nduk Ponti Lestari ditempatkan di
Utaseko, Desa Were III , kecamatan Golewa Selatan Kabupaten Ngada tepatnya di
SMP Negeri 6 Golewa. Bersama mama kepala sekolah kami dijemput dengan APV mama,
he iya APV mama, om Eman yang jadi sopirnya adalah adik mama, adalah juga
mantan pembalap dalam arti yang tidak sebenarnya. Jadi bagi saya dan Ponti,
jalanan di Bajawa samapai ke Utaseko itu semacam jalur Roller Coster, naik
turun dengan kelokan yang aduhai sepanjang satu jam setengah.
Hari Rabu kami
tiba di asrama depan sekolah, disana semua fasilitas ada, air banyak, sinyal
Telkomsel penuh, ditambah dengan jarak sekolah dan tempat tinggal kami yang
hanya 200 m dari pantai. Utaseko memang berkontur gunung dan pantai, seperti
gunung kidul lah kira kira tetapi dalam versi yang lebih indah dan sepi.
Jalanan sudah beraspal, akan tetapi hanya listrik yang menjadi kendala. Listrik
yang dihasilkan dari PLTA tidak stabil arusnya, selain itu hanya menyala pada
malam hari. Jadi untuk alat elektronik semacam hape dan laptop sangat rawan
rusak, lampu saja tidak awet lama karena arus yang seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar