Selasa, 10 Januari 2012

Raden Mas Soerjopranoto , Raja Pemogokan dari Yogyakarta

Soerjopranoto salah satu pahlawan nasional yang hidup pada masa pergerakan Indonesia. Beliau adalah putra Paku Alam ke-3 dan kakak dari Ki Hadjar Dewantara. Nama Soerjopranoto memang tidak setenar nama Soekarno, Semaun, Agus Salim dan sederet pahlawan yang lain, namun sejarah membuktikan bahwa beliau termasuk tokoh pergerakan nasional yang sangat berpengaruh terutama dikalangan grassroot (buruh).
Latar Belakang Sosial
Soerjopranoto dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 11 Januari tahun 1871 sebagai putera tertua dari Kanjeng Pangeran Haryo Soerjaningrat putra sulung Sri Paku Alam III ( yang tidak dapat menjadi Paku Alam IV karena buta . Soerjopranoto, sebagai anak bangsawan, termasuk golongan pribumi yang kedudukannya "disamakan" dengan kalangan bangsa Eropa. Dengan statusnya itulah ia bisa masuk Sekolah Rendah Eropa atau Europeesche Lagere School (ELS). Setamat dari ELS, Soerjopranoto mengambil Klein Ambtenaren Cursus atau Kursus Pegawai Rendah, yang kurang lebih setingkat dengan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) yang sekarang setara dengan SMP. Istri beliau bernama Djauharin Insjiah putri almarhum Kyai haji Abdussakur, Penghulu (Landraad) Agama Islam, dari Karanganyar Banyumas, telah wafat terlebih dahulu dalam tahun 1951 pada usia 67 tahun. Sewaktu wafat Soerjopranoto meninggalkan sepuluh orang anak, tujuh putra, tiga putri dan tiga puluh dua cucu.
Kiprah dalam dunia Pergerakan
Pada tahun 1900, Soerjopranoto mendirikan sebuah organisasi bernama Mardi Kaskaya. Sebagian besar pengurus organisasi ini adalah kerabat Pakualaman. Mardi Kaskaya kurang lebih mirip sebuah koperasi simpan-pinjam. Sehubungan dengan keberadaan Mardi Kaskaya, ruang gerak rentenir semakin berkurang.. Akibatnya, konflik terbuka sering terjadi. Insiden-insiden tersebut dianggap oleh pejabat kolonial sebagai gangguan ketentraman umum Oleh karena itulah pejabat kolonial "menyekolahkan" Soerjopranoto ke MLS (Middelbare Landbouw School = Sekolah Menengah Pertanian) di Bogor untuk menetralisir keadaan.
Pada akhir tahun 1901, Soerjopranoto mendirikan sebuah klub pertemuan dengan nama Societeit Sutrohardjo. Klub ini kurang lebih merupakan sebuah perpustakaan yang sangat sederhana. Dalam klub ini, orang bisa membaca berbagai bacaan, seperti surat kabar dan majalah.
Pada tahun 1907 ayahnya menugaskan dia mengurus adiknya Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) masuk Sekolah Dokter Stovia di Jakarta ia menitipkan surat pada adiknya dengan ajakan atas nama pemuda masyarakat dan pelajar Bogor kepada student Stovia untuk mendirikan perkumpulan "Pirukunan Jawi" yang boleh dianggap sebagai voorloper (pendahulu) dari ide mendirikan "Boedi Oetomo". Tapi ajakannya itu gagal, karena tidak mendapat tanggapan.
Pada tahun 1908 beliau menggabungkan diri pada perkumpulan Boedi Oetomo. Dalam waktu singkat beliau diangkat menjadi Sekretasis Pengurus Besar Boedi Oetomo berkedudukan di Yogyakarta (periode setelah Dwidjosewojo). Namun karena kurang puas dengan pergerakan Boedi Oetomo yang tidak bersifat kerakyatan dan tidak revolusioner, beliau minta diri keluar setelah usul beliau untuk mendinamisir menjadi pergerakan rakyat ditolak.
Melalui aktifitas ceramah-ceramah/diskusi-diskusi tentang soal-soal kemasyarakatan dan pergerakan yang dilakukan oleh beliau menstimulus munculnya Yong Islamieten Bond dengan ketuanya Sjamsuridjal yang tidak lain adalah adik bungsu dari ibu Soerjopranoto, yang dikemudian hari menjadi walikota (Gubernur) pertama Jakarta.
Pada tahun 1912-1932 Beliau masuk Partai Sarekat Islam dan karena keaktifannya segera menjadi anggota Pucuk Pimpinan. Begitu aktif, tangkas dan beraninya, sehingga beliau menduduki tempat sebagai pembantu Tjokroaminoto yang utama. Soerjopranoto menjadi orang kedua di dalam partai. Dalam kursus-kursus partai yang secara periodik diselenggarakan di Jalan Kepatihan Paku Alaman Yogyakarta, beliau menjadi salah satu instrukturnya
Dalam Kongres SI di Surabaya tahun 1919 Soerjopranoto mengemukakan, bahwa kemenangan kelas dan menjadikan alat-alat produksi menjadi milik umum, tidak harus dicapai dengan aksi bersenjata tapi bisa secara moral, protes-protes, dan jika perlu dengan "pemogokan", kesemua itu harus dilakukan secara serentak. Soerjopranoto dikemudian hari memimpin suatu pemogokan umum dikalangan kaum pekerja pabrik-pabrik gula yang bergabung dalam Sarekat buruh pertama yang didirikan di Indonesia pada tahun 1917 P.F.B. ( Personeel Fabrieks Bond) di jawa Tengah dan Jawa Timur. Pemogokan yang pertama terjadi pada tanggal 20 Agustus 1920 di pabrik gula madu Kismo. Dengan perbuatan ini Soerjopranoto melaksanakan teori pada prakteknya. Pemogokan ini begitu luas dan hebat sehingga oleh " De Express" beliau disebut "De stakings Koning" (Raja Pemogokan). Aksi ini bertujuan untuk melawan P.E.B. (Politiek Economische Bond) dibawah pimpinan Engelenberg dan Brugers (kumpulannya Tuan-Tuan Pabrik).
Sesuai dengan rencana perjuangan SI maka didirikanlah perhimpunan-perhimpunan buruh. Program ini menjadi tanggung jawab Soerjopranoto dan ia pun menjadi pemimpin :
1. Opium-regie Bond
2. Perserikatan Personeel Pandhuis Bond (P.P.P.B) mulai periode Sosrokardono.
3. Personeel Fabrieks Bond (P.F.B) yang dalam tahun 1912 mengadakan pemogokan atas modal gula di onderneming-onderneming Belanda.
4. Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (P.P.K.B), mulai dari Abdul Noeis, Semaoen dan H. Agus Salim. Ini organisasi gabungan dari 22 Sarekat Buruh.
5. Redaksi "Fajar" kemudian "Mustika" (sesudah H. Agus Salim) kemudian juga Redaksi "Pahlawan", (Kaderblad dari Opium-regie Bond) dan "Suara Berkelahi" (Kaderblad dari P.P.K.B).
Selama menjadi orang partai Sarekat Islam beliau pernah masuk penjara sampai tiga kali karena spreek-delict dan tak terhitung lagi pembredelan dan pembeslahan atas hasil tulisan-tulisannya. Sekali ia dipenjarakan di Malang (1923-3 bulan), kedua di Semarang (1926-6 bulan) dan ketiga kalinya di Bandung(Sukamiskin) selama 16 bulan (1933), dengan peringatan untuk keempat kalinya akan diganjar 4 x 16 bulan.
Pada era 1932 sampai dengan 1936, ironis sekali bahwa Soerjopranoto yang ikut membesarkan SI melalui berbagai krisis pada tahun 1933 malah diskors bersama dr. Soekiman Wirjosandjojo oleh Tjokroaminoto dan Salim karena membongkar korupsi. Tenaga dan pikirannya terutama dicurahkan untuk kemajuan P.P.P.B, Opium Regir Bond, dan sekolah Adhi Dharma Institut (didirikan tahun 1917 di Yogyakarta, dulu cabangnya di Malang, Surabaya, dan Magelang serta Kotaraja). Antara tahun 1933 dan 1935 masuk dipenjara Sukamiskin karena pers delict berhubung dengan tulisan-tulisannya dalam buku ensiklopedia yang ditulis secara jelas sederhana untuk rakyat jelata tetapi sifat isinya mencela pedas dan menggugat kejahatan Kapitalisme dan Kolonialisme dengan maksud supaya cepat meluas menggugah hati rakyat memberikan diri dalam menuntut akan hak-haknya.
Karena kesehatannya banyak sekali terganggu, sepulangdari Sukamiskin dan kekuatannya sudah mengurang kerena tambah tua, maka beliau terpaksa membatasi diri dalam lapangan partai Islam Indonesia untuk lebih mencurahkan tenaga-pikirannya duna kemajuan sekolah Adhi Dharma. Institut juga memberi kursus-kursus sore dan malam tentang ilmu pengetahuan umum (ketata-negaraan,sejarah,ekonomi,etnologi,geografi) pada orang-orang tua dan pemuda-pemuda yang kurang mampu membiayai pelajarannya tapi mempunyai kecerdasan untuk hasrat yang lebih maju. Maksud beliau ialah untuk mendapatkan pengalaman guna mendirikan Universitas bagi rakyat lapisan bawah. Akan tetapi kena rintangan onderwijsverbod (yang dicabut kembali dengan perantara tuan Gobius advisuer van Inlandse zaken).
Pada era 1942 sampai dengan 1945, karena sekolah Adhi Dharma di zaman Jepang dibubarkan dan partai-partai dilarang maka beliau kemudian menjadi guru (sampai 1947) di "Taman Siswa" yang didirikan adiknya Ki Hajar Dewantara, juga untuk menghindari tugas-tugas dari pemerintah pendudukan Jepang. Dalam masa ini beliau juga menjadi anggota Cuo Sangi In (semacam D.P.A).
Sumber :
Drs. Suratmin, 1982. Raden Mas Suryopranoto. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Takashi Shiraishi, 1997. Zaman Bergerak :Radikalisme Rakyat di Jawa 1912 1926. Jakarta : Grafiti Pers

Tidak ada komentar:

Posting Komentar